SANG PENGAMEN DAN KI ALIM SURBAN PUTIH
Karya :Andi hidayat
Pemandangan yang khalayak ramai membuat bising. Tepat pukul 3 sore. Di perempatan ini
sudah sangat ramai. Namaku wawan aku. Rumahku ada di desa puncel kecamatan deket. Usiaku kini 17
tahun. Hari-hari aku menjadi pengamen di terminal bunder gresik. Aku juga memiliki nama akrab
kecubung. Terlahir dari keluarga yang berantakan. Aku memilih menjadi hidup sebagai pengamen dan
punk. Punk dan pengamen sendiri adalah hal yang berbeda namun, satu yang menjadi prinsip saya.
Seburuk apapun penampilanku, aku tidak boleh melupakan tuhanku. Hidupku ini penuh dengan masalah.
Makanya hidupku adalah untuk berdoa. Keadaan rancu dalam rumahku membuatku sangat muak. Mereka
selalu bertengkar di rumah, sengit dalam hati mereka tumbuh subur. Dan bagiku jalanan adalah sekolah
yang sangat cocok untukku.
Hari ini aku jadwal ngamen di perempatan duduk. Coba aku nyari eri persing dulu. Dia salah satu
kawan baikku. Aku langsung menuju rumah erik yang berada di laren dengan nyetrit. Perjalanan sampai di
pucuk kemudian aku berjalan dan menyegah kolbak lagi akhirnya aku sampai di rumah erik. Dan ternyata
lagi, sangat menyedihkan erik persing tidak ada di rumah. Kata ibuknya sudah pergi dengan bang momon
ke tuban. Aku pun kembali nyetrit ke pucuk lagi kemudian nyetrit ke perempatan duduk.
“emmm ternyata temanku sibuk semua,, yaudahlah aku ngamen sendiri aja deh”. Aku melamun di atas
mobil trek letter L.
Tiba-tiba mobil ngerrem ndadaak. “ceeeesssssss sriiiiiitttttttttt” suara rem letter L itu terdengar mendesis
kencang.
“jeduaaaaaaaaak. Aduuh kepalaku..” kepalaku terjedot tiang trek.
“heey sudah turun-turun-turun-turuun… kamu ini..byuuuooorrrrrr” supir dengan enak sekali menyiram satu
seng besar air bekas dia kencing. Aku basah kuyub semua.
“hoooeeee santai paak…gimanaaa siih”aku ngegas dengan supir yang sembrono itu.
Aku turun di pom bengsin duduk sampeyan. Aku mulai mengamen tapi khalayak ramai sering
mengusirku. Pokoknya aku capek banget sudah hampir setengah lebih dari jumlah toko di perempatan ini
mengusirku. Keadaan puasa membuatku lapar sekali melihat makanan, gorengan, berserta es dueguaan
yang seger. Aku pun duduk dulu di gerbang masjid yang ada di dekat perempatan itu.
“hadooohhh ngameen,, ngamen sendiri. Cuman dapat 5 ribu. Gimana ini?,,,,, Enaaaak yaa,,,,, mereka,
punya keluarga, punya orang tua, puasa saja tidak malah di belikan sembarang kalir oleh ibuknya..”
punggungku tersandar di gerbang masjid. Yang memang ramai sekali.
“kayaknya ada pengajian, aah lebih baik nanti aku mandi di sini dan sekaligus minta buka di siniii aaah
..mumpung ramai. Lumayan pasti kan, dapat gratisan.,wkwkwk” aku bergumam sendirian sambil
memandangi orang-orang memasuki masjid.
Tak kusangka ada orang tua berjenggot putih keluar dari masjid, dia memakai surban kelihatan berwibawa
menghampiri ku. Dengan muka tegang dia berkata “Heyyy bocah, ngapain kamu di sini. Kamu tidak mandi
berapa hari?haay jawab aku”
“enggeh pak. Bapak Tanya saya? Saya mahluk tuhanlah. Hahahahaha”. Aku tertawa terbahak.
“Hai bocah kamu belum menjawab pertanyaanku kenapa kamu di sini?berapa hari kamu tidak mandi”
suaranya yang halus membuatku malu. Terlihat sabar dia dengan memakai surban putih.
“Aku wawan ki. Aku habis ngamen ki, hasil kosong ki ki ,,,,,,5 ribu doang. Ini buat buka juga gak cukup.
Teman-temanku punk pada jalan ke luar kota. Ini pengajian apa ini ki?”. Aku mulai bercerita.
Orang tua ini langsung termenung, seakan dia sudah melihat aku dengan masalah hidupku. “Namaku ki
alim bocah. Ini adalah pengajian rutinan. Setiap ahad sampai selasa. Hari ahad ini kami membahas
tentang lailatul qodar. Jawab aku dengan serius., jika kamu mahluk tuhan. Tanyakan tuhanmu apa itu
lailatul qodar?. Kalau kamu bisa menjawab kamu tak kasih makan 2 bungkus langsung. Dan nanti buka
bersamaku !!”
Semua mata memandangi aku berdua, tapi itu tak membuatku heran. Kan memang aku pengamen yang
jarang mandi ”gini ki, menurutku malam lailatul qodar adalah malam kemuliaan sekaligus malam
penetapan. Karena dalam malam yang ini beda dari malam ramadhan lainnya. Keistimeaan ini akan lebih
terasa jika kita mampu mendekatkan diri pada Alloh. Keistimewaan yang tidak bisa saya bayangkan. Di
malam ini juga salah satu penetapan ketaqwaan seorang manusia. Karena malaikat jibril langsung turun
tangan ke pada manusia yang senantiasa bertaqwa. Banyak pandangan para alim para kaum-kaum
terpelajar hanya memaknai bahwa malam lailatul qodar adalah malam yang lebih baik dari 1000 bulan atau
setara 83 tahun, kurang lebih. Kemudian mereka pikir dengan tidak tidur dan menggadang-gadangkan,
bahwa mereka karena sudah beribadah pasti mendapat ganjaran yang lebih dahsyat. Kii? Apakah Alloh itu
menilai manusia hanya karena mampu begadang dan beribadah dalam semalam suntuk untuk dapat
ganjaran itu ki? Tidak ki, alloh sangat menghargai usaha itu. Akan tetapi Alloh melihat kemuliaan dari
seorang manusia itu berdasarkan ketaqwaan seorang itu. Mestinya kiai yang lebih paham dalam hal
ketaqwaan ini. Hehehe. Kii,,,,,,,,,, mau Alloh mengganjar 1000 bulan atau 1000 tahun atau bahkan 1
derajat saja. Itu terserah Alloh ki, aku ikhlas menerima kondisi hidupku. Dan aku juga berbahagia mengejar
malam lailatul qodar. Tapi tidak untuk mendapatkan 1000 bulan. Aku hanya ingin mendapat cinta di jalan
yang lurus yang di ridhoi oleh Alloh. selebihnya itu aku terserah pada Alloh ki…” aku mulai berbicara
dengan nada terendah dari suaraku. Ki alim surban putih hanya termenung. Diam terpatrii. Matanya
berderai berkaca-kaca. Namun air mata ia tahannyaa..Dia memegang tanganku seraya memegang
kepalaku.
“wahai anak muda, jangan kamu kemana-mana. Aku mengambil wudhu sebentar. Jangan kemana-mana.
Kamu tetap di sini. Aku akan kembali”. Ki alim bergegas wudhu langka kakinya sangat cepat.
Saat ki alim mengambil air wudhu lamaaa sekali. Dan lamaa sekali aku menunggu. Aku
memutuskan mengamen lagi untuk membeli buka puasa.
Bersambung, , ,
Sebuah kisah promen survive
0 Comments for "SANG PENGAMEN DAN KI ALIM SURBAN PUTIH"
Silakan tulis komentar anda!